desa pakisan

UPACARA PADEENGAN DESA PAKISAN   

Asal usul dari desa pakisan menurut penuturan secara turun menurun dari para sesepuh desa pakisan yang sangat di percaya bahwa nama PAKISAN berasal dari nama PAKINSAN yang berarti TITIPAN. Berdasarkan cerita yang ada dari para sesepuh kami bahwa pada mula nya wilayah desa pakisan di huni oleh penduduk asli batur yang berkediaman di wilayah bagian pegunungan dari desa pakisan yang sekarang di sebut Desa Pakraman Kelandis (Desa Tua). 








DEENG DESA PAKISAN


Karena penduduk asli wilayah desa pakisan dari desa batur maka pedagang dari wilayah batur pun sering berdatang untuk menjajakan dagangan nya di wilayah desa pakisan secara bergerombol atau rombongan dari yang anak-anak muda belia dan tua serta mengajak sanak keluarganya dalam waktu yang cukup lama.






DEENG DESA PAKISAN
Mengingat jarak yang mereka tempuh begitu jauh belum lagi kendala sarana transportasi yang belum memadai maka sering kali para pedagang yang datang dari Desa Batur menitipkan (NGINSANANG=PAKISAN) keluarga di Desa Pakisan. Seiring berjalanannya waktu mereka yang datang dari Wilayah Batur dan menetap di Desa Pakisan karena komunikasi yang cocok maka tak kasat mata pun mereka telah bertemu jodohnya dengan penduduk asli Desa Pakisan hingga menjadi sebuah keluarga dengan di langsungkan nya proses pernikahan secara adat setempat.
 

PANORAMA DESA PAKISAN


Karena pertemuan ini maka semakin banyak semakin lama pedagang yang menetap di Wilayah Pakisan dan lama kelamaan mereka berkembang menjadi penduduk asli Desa Pakisan. Dengan berjalannya waktu dan kecerdasan para penduduk asli Desa Pakisan berusaha menjadi mandiri tanpa adanya pedagang dari luar lagi akhirnya peduduk pedagang yang berasal  dari Batur  pun menyingkir ketempat yang lebih tinggi dan sepi, akhirnya mereka berusaha lagi di tempat tersebut dan tempat itu kini menjadi desa Pakraman Kelandis.



TARI GULING UPACARA PEDEENGAN
Bukti-bukti yang mendukung bahwan dulunya Wilayah Desa Pakisan itu di diami oleh warga Kelandis adalah adanya pura tanah Inci yang mana hampir semua tanah sawah yang berada di sekitar pura tersebut adalah milik desa adat Kelandis hingga sampai saat ini. Bukti yang lain lagi yang sangat menguatkan hubungan Desa Pakisan dan Desa Batur dengan adalah setiap Upacara di Pura Gede Batur warga desa Pakisan selalu Ngaturang Bhakti Pengayah akan rasa terima kasihnya dulu terhadap mereka yang telah datang dulu dan memberikan kehidupan begitu juga Pakisan. 




POTENSI AIR TERJUN DESA PAKISAN

Setiap mengadakan Upacara Piodalan Nunas Tirta ke Desa Batur, dan disamping itu adanya tradisi RATU SIMPANG yaitu dimana setiap adanya pergantian Sulinggih yang disebut Jero Gede di Desa Batur maka harus mengadakan Prosesi Melancaran Ke Desa-desa yang memiliki hubungan historis oleh Krama Desa Adat Batur untuk mengiringi perjalanan suci Jero Gede simpang/mampir di Desa Pakisan selama tiga hari tiga malam di Pura Bale Agung (Pura Desa) Desa Pakisan. Upacara ini telah berjalan dalam kurun waktu ratusan tahun hingga menunggu lagi pada saat Jero Gede di Desa Batur tergantikan kembali pada saatnya.







PURA BUKIT PUCUK
BUDAYA 
salah satu keberagaman aset di bidang culture yang dimiliki oleh desa pakisan adalah peninggalan atau prasasti, yang di yakini sejak jaman kerajaan bali kuno. keunikan tersebut tercerminkan melalui seni ukir yang mensimbulkan khas bali kuno.


UPACARA PEDEENGAN
dibaik suatu keindahan pahatan batu di beberapa areal pura yang dianggap sakral di desa pakisan tersirat makna mendalam mengeni asal usul desa pakisan dan keterkaitannya dengan adat istiadat dari masyarakat batur. Salah satu aset budaya yang ada di desa pakisan adalah pura bukit pucuk, pura braban dan lain-lain. Bukit pucuk sendiri merupakan pura yang unik karena tidak ada padmasana atau pun bangunan sejenisnya. Melainkan hanya sekedar palung dan semacam tempat glogor, namun masyarakat disana meyakini dan terbukti itu merupakan simbul dari corak siwa buda. Diyakini bahwa dari sekian banyak investor dan pihak terkait yang ingin membugar pura tersebut tidak diperkenankan oleh IDHA BATHARA yang berstana di pura bukit pucuk tersebut

Komentar